Sabtu, 30 Oktober 2010

Cross Sectional, Case Control, dan Cohort



ERLYNA NUR SYAHRINI

FKM UNDIP
25010110151196 (LJ)

Desain Penelitian


1.     Cross Sectional
Jenis penelitian ini berusaha mempelajari dinamika hubungan hubungan atau korelasi antara faktor-faktor risiko dengan dampak atau efeknya. Faktor risiko dan dampak atau efeknya diobservasi pada saat yang sama, artinya setiap subyek penelitian diobservasi hanya satu kali saja dan faktor risiko serta dampak diukur menurut keadaan atau status pada saat observasi.
Angka rasio prevalensi memberi gambaran tentang prevalensi suatu penyakit di dalam populasi yang berkaitan dengan faktor risiko yang dipelajari atau yang timbul akibat faktor-faktor risiko tertentu.

·      Kelebihan studi cross-sectional:
Kelebihan rancangan studi potong lintang adalah kemudahannya untuk untuk dilakukan dan murah, sebab tidak memerlukan follow-up. Jika tujuan penelitian “sekedar“ mendeskripsikan distribusi penyakit dhubungkan dengan paparan faktor-faktor penelitian, maka studi potong lintang merupakan rancangan studi yang cocok, efisien dan cukup kuat disegi metodologik. Selain itu seperti penelitian observasional lainnya, studi potong lintang tidak “memaksa” subjek untuk mengalami factor yang diperkirakan bersifat merugikan kesehatan (factor resiko). Demikian pula, tidak ada subjek yang kehilangan kesempatan memperoleh terapi yang diperkirakan bermanfaat, bagi subjek yang kebetulan menjadi control.

Kekurangan penelitian cross sectional :
a.    Dibutuhkan subyek penelitian yang relatif besar atau banyak, dengan asumsi variable bebas yang berpengaruh cukup banyak.
b.    Kurang dapat menggambarkan proses perkembangan penyakit secara tepat.
c.    Faktor-faktor risiko tidak dapat diukur secara akurat dan akan mempengaruhi hasil penelitian.
d.    Nilai prognosanya atau prekdisinya (daya ramal) lemah atau kurang tepat.
e.    Korelasi faktor risiko dengan dampaknya adalah paling lemah bila dibandingkan dengan rancangan penelitian analitik yang lainnya.
f.     Kesimpulan hasil penelitian berkaitan dengan kekuatan rancangan yang disusun sangat berpengaruh, umumnya kekuatan rancangan yang baik adalah sekitar 40%, artinya hanya sebesar 40% variable bebas atau faktor risiko mampu menjelaskan variable terikat atau dampak, sisanya yaitu 60% tidak mampu dijelaskan dengan model yang dibuat.

Contoh: penelitian tentang fluorosis yang dilakukan pada anak usia 10-12 tahun di Brazil yang tinggal di daerah yang belum memperoleh fluoridasi air minum.

2.     Case Control
Rancangan penelitian ini ada yang menyebutnya sebagai studi retrospektif, meskipun istilah ini kurang tepat. Penelitian ini berusaha melihat ke belakang, yaitu data digali dari dampak (efeknya) atau akibat yang terjadi. Kemudian dari dampak tersebut ditelusuri variable-variabel penyebabnya atau variable yang mempengaruhi.
Penelitian epidemiologi kasus-kontrol ini hasil korelasinya lebih tajam dan mendalam bila dibandingkan dengan rancangan penelitian potong-lintang, sebab menggunakan subyek kontrol atau subyek dengan dampak positif dicarikan kontrolnya dan subyek dengan dampak negatif juga dicari kontrolnya. Kemudian variable penyebab atau yang berpengaruh ditelusuri lebih dulu, baru kemudian faktor risiko atau variable yang berpengaruh diamati secara retrospektif.

Kelebihan penelitian case control :
a.    Tidak menghadapi kendala etik, seperti halnya penelitian kohort dan eksperimental.
b.    Pengambilan kasus dan kontrol pada kurun waktu yang bersamaan.
c.    Adanya pengendalian faktor risiko sehingga hasil penelitian lebih tajam.
d.    Tidak perlu intervensi waktu, lebih ekonomis sebab subyek bias dibatasi.

Kekurangan penelitian case control :
a.    Tidak diketahuinya efek variable luar oleh karena keterbatasan teknis yaitu variable yang tidak ikut dikenakan waktu matching.
b.    Bias penelitian akibat tidak dilakukan pengukuran oleh peneliti dengan tanpa mengetahui yang harus diukur (blind measurement).
c.    Kelemahan pengukuran variable secara retrospektif adalah obyektivitas dan reliabilitasnya sehingga untuk faktor-faktor risiko yang tidak jelas informasinya dari anamnesis maupun data rancangan sekunder sangat berisiko bila menggunakan rancangan mengatasinya, anamnesis sebaiknya dilengkapi data penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, misalnya pemeriksaan laboratorium klinis, roentgenologi, mikrobiologis, dan imunologis. Apabila data tersebut adalah data sekunder, perlu dilengkapi dengan uraian mengenai cara memperopleh data secara lengkap.
d.    Kadang-kadang untuk memilih kontrol dengan matching kita mengalami kesulitan oleh karena banyaknya faktor risiko dan/atau sedikitnya subyek penelitian.

Contoh: riset tentang hubungan antara angioskorma hati dan vinil klorida  (Brady et al, 1977), penelitian tentang kematian ibu postpartum dan persalinan sesar.

3.     Kohort
Penelitian kohort atau sering disebut penelitian prospektif adalah suatu penelitian survey (non eksperimen) yang paling baik dalam mengkaji hubungan antara factor resiko dengan efek (penyakit). Faktor resiko yang akan dipelajari diidentifikasi dulu kemudian diikuti ke depan secara prospektif timbulnya efek yaitu penyakit atau salah satu indicator status kesehatan. Contoh klasik studi kohort adalah Framingham Heart Study.
Rancangan penelitian kohort disebut juga sebagai survey prospektif meskipun sesungguhnya kurang tepat. Rancangan penelitian ini merupakan rancangan penelitian epidemiologis noneksperimental yang paling kuat mengkaji hubungan antara faktor risiko dengan dampak atau efek suatu penyakit.
Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan longitudinal ke depan, dengan mengkaji dinamika hubungan antara faktor risiko dengan efek suatu penyakit. Pendekatan yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor risiko, kemudian dinamikanya diikuti atau diamati sehingga timbul suatu efek atau penyakit.
Kesimpulan hasil penelitian diketahui dengan membandingkan subyek yang mempunyai efek positif (sakit) antara kelompok subyek dengan faktor risiko positif dan faktor risiko negative (kelompok kontrol).

Kelebihan penelitian Kohort :
a.    Dapat membandingkan dua kelompok, yaitu kelompok subyek dengan faktor risiko positif dan subyek dari kelompok control sejak awal penelitian.
b.    Secara langsung menetapkan besarnya angka risiko dari waktu ke waktu.
c.    Keseragaman observasi terhadap faktor risiko maupun efek dari waktu ke waktu.

Kekurangan penelitian Kohort :
a.    Memerlukan waktu penelitian yang relative cukup lama.
b.    Memerlukan sarana dan prasarana serta pengolahan data yang lebih rumit.
c.    Kemungkinan adanya subyek penelitian yang drop out sehingga mengurangi ketepatan dan kecukupan data untuk dianalisis.
d.    Menyangkut etika sebab faktor risiko dari subyek yang diamati sampai terjadinya efek, menimbulkan ketidaknyamanan bagi subyek.

Contoh penelitian retrospektif kohort: penelitian yang dilakukan oleh National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) yang bertujuan untuk menguji hipotesis bahwa energy yang dihasilkan oleh video display terminal (VDT’s) dimungkinkan dapat menybabkan keguguran secara spontan.

11 komentar:

  1. dapet referensi nya buku apa yah? makasih

    BalasHapus
  2. cros sectional bisa gak buat penelitian tentang pengaruh pelayanan ugd terhadap kepuasan pasien

    BalasHapus
  3. Terimaksih atas pencerahannya... materi yang di sampaikan mudah dipahami.

    BalasHapus
  4. Mohon diberikan refrensi buku/sumbernya. Terima kasih

    BalasHapus
  5. Mohon diberikan refrensi buku/sumbernya. Terima kasih

    BalasHapus
  6. mau nanya kalau mau penelitian case control dengan observasi itu seperti apa?

    BalasHapus
  7. Izin share ya ukhti, sangat bermanfaat

    BalasHapus
  8. apa dong bedanya kohort sama casus kontrol?

    BalasHapus